Laporan tersebut telah teregister dengan Nomor LP/B/238/VI/2025/SPKT/Polsek Sukarami/Polrestabes Palembang/Polda Sumsel, tertanggal 19 Juni 2025. Peristiwa pengancaman terjadi di kawasan belakang Hotel Grand Amalia, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Palembang, dengan terlapor berinisial MDK.
Pelaku Ancam Korban dengan Parang
Dalam keterangan yang disampaikan kuasa hukum korban, Hapis Muslim, pelaku MDK diduga melakukan pengancaman secara langsung menggunakan senjata tajam jenis parang sembari melontarkan ancaman verbal “Kau Ku Kapak” kepada kliennya.
“Ancaman tersebut menimbulkan rasa takut dan trauma mendalam bagi klien kami,” ungkap Hapis, Jumat (1/8/2025).
Korban Tuntut SP2HP dari Penyidik Polsek Sukarami
Pihak korban melalui kuasa hukumnya menilai pihak Polsek Sukarami lambat dalam memberikan informasi perkembangan perkara. Mereka menyebut belum menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) sejak laporan dibuat, padahal itu merupakan hak korban sebagaimana dijamin oleh hukum.
“SP2HP penting sebagai bentuk transparansi kinerja penyidik. Kami sudah beberapa kali meminta, tetapi belum ada tanggapan dari pihak Polsek Sukarami,” tegas Hapis.
Pertanyakan Status Tersangka dan Barang Bukti
Selain mempertanyakan SP2HP, pihak korban juga belum mendapatkan kejelasan mengenai status hukum MDK, apakah sudah ditetapkan sebagai tersangka, telah diperiksa, atau bahkan ditahan. Termasuk pula soal keberadaan dan penyitaan dua barang bukti utama, yakni:
-
1 bilah parang lengkap dengan sarung dan gagang, yang digunakan saat mengancam korban.
-
1 unit kendaraan roda empat, yang digunakan pelaku saat mendatangi TKP.
Menurut Hapis, hingga saat ini tidak ada kejelasan tindakan apa yang telah diambil penyidik terhadap barang bukti tersebut.
Desak Penerapan UU Darurat tentang Senjata Tajam
Tak hanya itu, pihak korban juga menyayangkan tidak diterapkannya Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 yang mengatur tentang kepemilikan dan penggunaan senjata tajam.
“Sudah jelas ada saksi yang melihat kejadian pengancaman dengan senjata tajam. Ini seharusnya masuk unsur Undang-Undang Darurat,” ujar Hapis.
Ia menegaskan, jika penanganan kasus ini tidak dijalankan sesuai hukum, maka akan memperkuat persepsi publik bahwa hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Siap Laporkan ke Propam dan LPSK
Sebagai bentuk tekanan hukum, tim hukum korban menyatakan akan melaporkan penyidik Polsek Sukarami ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumsel, serta meminta perlindungan saksi dan korban dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).
“Kami tidak ingin kasus ini berakhir tanpa kepastian hukum. Klien kami berhak mendapat perlindungan dan keadilan,” ujar Hapis.
Kronologi Kejadian Versi Korban
Aldie Mauludin menceritakan bahwa kejadian bermula saat ia tengah membersihkan ruko milik orang tuanya di belakang Hotel Grand Amalia, Jalan Soekarno-Hatta. Ketegangan terjadi setelah orang tua terlapor menegur korban karena khawatir barang miliknya ikut terbuang.
Tidak lama setelah perdebatan itu, pelaku MDK datang menggunakan mobil, turun, lalu langsung mengeluarkan parang panjang dari kendaraannya dan mengejar korban sambil berteriak kasar.
“Untungnya kejadian itu bisa dilerai oleh penjaga malam. Tapi saya tetap merasa sangat terancam hingga akhirnya membuat laporan ke Polsek Sukarami,” jelas Aldie.