Ahli Tanah Hadir di Sidang Gugatan Karhutla Rp 2,5 Triliun PT BHP, Hakim: Biar Kami yang Menentukan

“Ada perbedaan antara tanah gambut dan tanah mineral. Data pihak penggugat tidak bisa dipertanggungjawabkan, terutama dalam gugatan T1, T2, dan T7. Lahan yang terbakar di lahan PT BHP hanya 4.590 hektare, bukan 6.428 hektare seperti yang digugat,” ungkap Heru di hadapan majelis hakim.

Heru juga menyebut bahwa kerugian dari pelepasan karbon hanya sekitar Rp 34 miliar, jauh di bawah nilai gugatan KLH.

Hakim Tegaskan Peran Ahli

Namun, pernyataan ahli ini langsung mendapat penegasan dari hakim ketua. Menurut Raden Zainal Arif, ahli dihadirkan bukan untuk menilai benar atau salahnya gugatan, tetapi untuk memaparkan keahliannya dalam bidang terkait.

“Ahli di sini bukan untuk menilai. Biar kami majelis hakim yang menentukan. Anda cukup memaparkan keahlian saja, bukan menguji atau memutuskan mana yang salah dan benar,” tegas hakim.

Pernyataan senada juga disampaikan oleh pihak penggugat KLH yang diwakili oleh timnya. KLH mempertanyakan dasar data luas lahan terbakar yang disebut hanya 4.590 hektare oleh ahli.

“Apakah Anda memakai data peta pembanding dari kami?” tanya tim KLH kepada ahli.

Heru menjawab bahwa perhitungan dilakukan berdasarkan data versi pihaknya sendiri dan tidak menggunakan peta pembanding KLH. Ia juga menyebut bahwa api hanya membakar lapisan atas lahan, tidak sampai merusak lapisan gambut.

KLH: Ahli Tak Punya Kewenangan Memutuskan

Usai persidangan, Kasubdit Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLH, Yogi Wulan Puspitasari, menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses persidangan dan menyerahkan penilaian sepenuhnya kepada hakim.

“Ahli tidak punya kewenangan untuk memutuskan apakah gugatan kami valid atau tidak. Itu sepenuhnya kewenangan majelis hakim. Kami mengapresiasi kesempatan yang diberikan untuk bertanya dan mendalami keterangan ahli,” jelas Yogi.

Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli berikutnya dari pihak penggugat.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari kebakaran hebat yang melanda lahan konsesi PT BHP di OKI pada tahun 2022 lalu. KLH menggugat perusahaan tersebut sebesar Rp 2,5 triliun atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan di lahan gambut ribuan hektare.

Majelis hakim menegaskan akan tetap bersikap objektif dengan mendengarkan keterangan kedua belah pihak beserta para ahlinya sebelum menjatuhkan putusan.