PALEMBANG, JURNALPLUS.COM – Kasus dugaan suap fee proyek pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Rabu (20/8/2025). Sidang yang digelar dengan agenda pemeriksaan saksi ini menghadirkan mantan Penjabat (Pj) Bupati OKU, Iqbal Alisyahbana, bersama dua anggota DPRD OKU yakni Rudi Hartono dan Parwanto.
Dalam perkara ini, empat terdakwa yang duduk di kursi pesakitan adalah Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR OKU, Ferlan Juliansyah (anggota Komisi III DPRD), M Fahrudin (Ketua Komisi III DPRD), serta Umi Hartati (Ketua Komisi II DPRD). Persidangan dipimpin majelis hakim Fauzi Isra SH MH dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Iqbal Alisyahbana Bantah Pernyataan Soal Dana Aspirasi
Dalam keterangannya di persidangan, Iqbal Alisyahbana membantah adanya ucapan yang menyebut dirinya menjanjikan dana aspirasi tahun 2025 diberikan berbeda dari tahun sebelumnya.
“Saya tidak pernah menyampaikan hal tersebut terkait dana aspirasi. Pertemuan memang ada dengan anggota DPRD OKU, tapi saya tidak paham mereka dari kubu mana,” tegas Iqbal menjawab pertanyaan Jaksa KPK.
Iqbal juga menjelaskan soal perubahan anggaran pokir dari Rp 45 miliar menjadi Rp 35 miliar. Menurutnya, hal itu merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden (Inpres) terkait efisiensi anggaran.
“Setelah APBD disahkan, saya sekaligus pamit mengakhiri tugas sebagai Pj Bupati. Saya sampaikan tentang Inpres efisiensi anggaran. Jika ada perbaikan di APBD perubahan, silakan dikoordinasikan dengan bupati terpilih,” ungkapnya.
Keterangan Saksi Lain
Saksi lain, Parwanto, mengatakan dirinya pernah diajak menghadiri pertemuan di rumah dinas bupati OKU, namun ia mengaku lupa siapa yang mengundangnya.
“Saya lupa siapa yang menelpon. Itu mendadak, bukan undangan resmi. Jadi saya tidak tahu siapa yang menginisiasi pertemuan. Yang dibahas saat itu soal pokir karena ada keterlambatan,” jelas Parwanto.
Sebagai anggota DPRD OKU sejak 2004, Parwanto menambahkan bahwa setiap tahun usulan pokir selalu ada dan diajukan melalui mekanisme E-Pokir.
“Untuk tahun 2024, usulan pokir kami masukkan lewat e-pokir, biasanya Januari sampai Maret,” katanya.
Kasus Fee Proyek Pokir
Perkara ini merupakan lanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menyeret sejumlah pejabat dan anggota legislatif di OKU. Dalam berkas terpisah, dua terdakwa dari pihak swasta yakni Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso telah divonis lebih dulu. Fauzi dijatuhi hukuman 2 tahun penjara, sementara Sugeng Santoso mendapat vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Kasus fee proyek pokir DPRD OKU terus menjadi perhatian publik, mengingat melibatkan pejabat daerah dan anggota legislatif yang seharusnya menyalurkan aspirasi rakyat.