KLH: Kami Hadir Mewakili Lingkungan yang Dibakar, Bukan Sekadar Hitung Rugi Ekonomi

Perbedaan Data Luas Lahan Terbakar

Dalam pemaparannya, Heru menyebut luas lahan terbakar hanya sekitar 4.590 hektare, berbeda dengan data KLH yang menyebut 6.428 hektare. Ia juga mengklaim bahwa kebakaran hanya merusak lapisan atas lahan, tidak sampai ke lapisan gambut, dan kerugian hanya sekitar Rp 41 miliar.

Namun, pernyataan itu dipertanyakan keras oleh pihak KLH RI yang diwakili oleh Kasubdit Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Yogi Wulan Puspitasari. Menurutnya, keterangan ahli justru menunjukkan keberpihakan kepada perusahaan.

“Kami melihat di sini ada keberpihakan. Dalam izin PT BHP, lahan yang mereka kelola itu lebih dari 10 ribu hektare. Sebagai orang dengan latar belakang sains, saya miris dengan pernyataan ahli karena tidak mendidik publik,” ujar Yogi kepada wartawan usai sidang.

KLH: Kami Mewakili Alam yang Dirugikan

Yogi juga menegaskan bahwa KLH menggugat bukan semata-mata soal kerugian ekonomi perusahaan, melainkan kerugian ekonomi lingkungan yang secara filosofis merupakan entitas hukum tersendiri.

“Kami tidak pernah menyatakan kerugian ekonomi yang kami hitung adalah kerugian perusahaan. Kami menghitung kerugian ekonomi lingkungan. Kalau saja lingkungan bisa bicara, ia akan berkata: ‘Mengapa kami dibakar?’” kata Yogi.

Lebih jauh, Yogi menyampaikan bahwa kehadiran KLH di pengadilan adalah untuk mewakili suara lingkungan hidup yang menjadi korban praktik pembakaran lahan oleh perusahaan.

“Di sini KLH hadir untuk mewakili lingkungan yang telah dibakar. Alam bersuara. Alam memberi nilai ekonomi kepada kita yang hidup. Sudah sewajarnya kami menggugat atas nama alam yang dirugikan,” tegasnya.

Agenda Sidang Selanjutnya

Persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli berikutnya dari pihak tergugat. KLH berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan secara objektif seluruh keterangan ahli dan fakta-fakta di persidangan sebelum memutus perkara.

Latar Belakang Gugatan

Gugatan ini bermula dari kebakaran besar yang terjadi di lahan konsesi PT BHP pada tahun 2022 di OKI. KLH menilai PT BHP lalai menjaga areal konsesinya sehingga terjadi kebakaran hebat yang merusak ekosistem lahan gambut ribuan hektare dan menimbulkan kerugian lingkungan yang besar.